Keluarnya
protein di urin biasanya menandakan penyakit ginjal (nefritis). Namun,
keluarnya protein di urin yang serupa dengan yang terjadi pada nefritis sering
dijumpai setelah olahraga, tetapi keadaan ini tidak berbahaya, transien, dan reversible.
Kata pseudonefritis atletik digunakan
untuk menjelaskan proteineuria pasca olahraga ini. Studi-studi menunjukkan
bahwa 70% sampai 80% atlet mengalami proteineuria setelah olahraga yang sangat
berat. Keadaan ini terjadi pada peserta olahraga kontak maupun nonkontak,
sehingga bukan berasal dari trauma fisik ke ginjal.

Disfungsi
ginjal reversible ini dipercaya terjadi karena perubahan sirkulasi dan hormone yang
terjadi saat olahraga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aliran darah
ginjal berkurang selama olahraga karena pembuluh ginjal mengalami kontriksi
darah dialihkan ke otot-otot yang aktif. Penurunan ini berkorelasi positif
dengan intensitas olahraga. Pada olahraga berat, aliran darah ginjal dapat
berkurang hingga 20% dari normal. Akibatnya, aliran darah glomerulus juga
berkurang, tetapi tidak dengan tingkat yang sama seperti aliran darah ginjal,
mungkin karena mekanisme otoregulasi.
Beberapa
peneliti berpendapat bahwa penurunan aliran darah glomerulus meningkatkan difusi protein ke
dalam lumen tubulus karena darah yang mengalir lebih lambat menghabiskan lebih
banyak waktu di glomerulus sehingga makin banyak proporsi protein yang memiliki
kesempatan untuk lolos melalui membrane glomerulus. Perubahan hormone yang
menyertai olahraga juga mungkin mempengaruhi permeabilitas glomerulus. Sebagai contoh,
penyuntikan rennin adalah carayang telah dikenal baik untuk secara eksperimen
menginduksi proteineuria. Aktivitas rennin plasma meningkat selama olahraga
berat dan mungkin berperan menimbulkan proteineuria pasca olahraga. Para peneliti
juga berhipotesis bahwa selama olahraga berat reabsorpsi tubulus maksimal
tercapai dan hal ini dapat mengganggu
reabsorpsi protein.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar